Revolusi Iran tahun 1979 yang melahirkan pemerintahan teokratis sebenarnya membawa revolusi pula pada agama itu sendiri. Agama tidak lagi hanya menjadi bagian dari identitas Iran namun memiliki kekuasaan tak terbatas di ajang politik.
Agama juga mendapat nilai ekonomi yang tak pernah dicapai sebelumnya. Andil agama di Iran bertambah sejak revolusi politik.
Hampir setiap orang yang tidak secara eksplisit menentang Republik Islam menikmati keuntungan dari 'pasar' agama, mulai dari pemerintah, ulama yang berkuasa dan bahkan anggota masyarakat biasa.
Pemimpin tertinggi Iran adalah seorang ayatullah yang memiliki kekuasaan lebih besar dari seorang pemimpin politik. Fatwanya mengalahkan hukum Islam dan konstitusi maupun fatwa ayatullah-ayatullah lainnya.
Dia dianggap wakil resmi dari imam yang tersembunyi dan mendapatkan keuntungan dari semua kekuasaannya. Salah satu kekuasaan utamanya adalah mengawasi properti keagamaan, bisnis dan pajak.
Lembaga amal
Dibandingkan dengan negara-negara Islam lainnya, Iran memiliki salah satu lembaga wakaf terbesar yang mengelola tanah pertanian, pabrik, bangunan, hotel, perpustakaan, masjid, tempat suci, madrasah, universitas, sekolah, observatorium dan apartemen mahasiswa. Wakaf ini bernilai miliaran dolar.
Pengelola Makam Suci Imam Reza di Mashhad, misalnya. merupakan organisasi terkaya di Iran, yang memiliki ratusan tempat suci yang besar dan kecil milik berbagai anggota keluarga imam.
Badan wakaf Iran dan lembaga amal yang bertanggung jawab atas semua lembaga wakaf di negara ini.
Kepala lembaganya serta pelindung tempat suci besar langsung ditunjuk oleh pemimpin tertinggi.
Semua wisata agama atau ziarah ke Mekah dan Medinah di Arab Saudi, maupun ziarah ke empat tempat suci di Irak dan Zaynabiya di Suriah dimonopoli oleh Lembaga Haji dan Ziarah. Dan kepala lembaga ini juga ditunjuk pemimpin tertinggi Iran.
Lembaga-lembaga ini tidak membayar pajak dan tidak bertanggung jawab kepada pemerintah. Mereka melapor langsung ke pemimpin tertinggi Iran.
Masjid dan makam Imam Reza adalah salah satu institusi agama paling kaya di Iran.
Yayasan Kaum Duafa dan Cacat merupakan salah satu contoh lain dari yayasan amal yang kaya di Iran.
Ulama, bankir Tuhan
Tampaknya Revolusi 1979 telah menciptakan sebuah birokrasi agama yang sejajar dengan birokrasi pemerintah.
Hal yang sama bisa dikatakan juga berlaku dengan militer saat dibentuk Korps Pengawal Revolusi Iran. Organisasi revolusioner ini masih ada sampai sekarang di Iran dan mereka memutar sepertiga dari ekonomi Iran Banyak yayasan bersama lembaga revolusioner lainnya yang juga mendapat keuntungan dari hak eksklusif pemerintah maupun kemampuan dalam memonopoli bisnis-bisnis penting di Iran.
Sekali lagi, tidak ada satupun dari organisasi ini bertanggung jawab kepada pemerintah dan tidak wajib membayar pajak.
Selain lembaga-lembaga revolusioner itu masih ada para 'pemail' yang lain.
Televisi dan jaringan radio milik pemerintah berada di bawah kendali langsung pemimpin tertinggi.
Oleh karena itu memegang gelar "Pemimpin Tertinggi" juga berarti memiliki bagian signifikan dari ekonomi Iran yang tidak terjangkau pemerintah.
Pemimpin tertinggi Iran -yang tak lain merupakan wakil imam- bisa dikatakan menyediakan legitimasi terhadap keuntungan ekonomi. Semacam pernyataan "Inilah uang Tuhan, dan ulama adalah bankirnya."
Di semua sektor
Menjelang revolusi, para ulama biasanya masuk kelas rendah dalam masyarakat. Sebelum revolusi, sebagian besar ulama adalah santri atau ustadz di sebuah pesantren maupun mubaligh di sebuah desa atau kota.
Ulama juga menjadi pemimpin di sejulam jabatan sosial dan politik.
Nnaun kehidupan mereka berubah oleh revolusi dan peran mereka bertambah pula di bidang sosial dan politik
Mereka menjadi sumber dari penafsiran Hukum Islam, bertanggung jawab atas akad nikah dalam perkawinan, perceraian, upacara pemakaman -tugas yang mirip dengan seorang Rabi Yahudi dan pendeta Kristen.
Revolusi telah membuka pintu bagi ulama Iran untuk memasuki birokrasi pemerintah.
Terdapat sejumlah posisi dengan pemimpin yang dipegang oleh ayatullah, yaitu anggota majelis ulama, kepala badan peradilan, serta satu dari enam anggota Dewan Pengawal dan Kementerian Intelijen.
Kaum ulama ini memegang posisi di semua sektor, mulai dari angkatan bersenjata sebagai wakil pemimpin tertinggi, hingga di organisasi ideologi dan politik maupun wakil pemimpin tertinggi di semua kantor pemerintah, termasuk di universitas dan juga lembaga ekonomi penting lainnya.
Mereka juga berada di dalam kabinet, di parlemen, dan badan peradilan. Mereka mengajar di sekolah menengah dan universitas.
Hampir semua lembaga dan departemen memiliki satu ulama di daftar gajinya. Bahkan ulama mapan juga mengalami transformasi yang revolusioner.
Pemerintah menghabiskan jutaan dollar untuk kota-kota suci setiap tahunnya. Kota-kota seperti Qom dan Mashad memiliki lima pesantren terbesar di dunia Syiah.
Sumber-sumber finansial yang tersedia bagi ulama bertambah drastis, jadi tidak terbatas pada zakat.
Banyak ulama -rendah maupun tinggi- yang memiliki bisnis mapan seperti sektor pembelian dan penjualan barang-barang atau memiliki pabrik sendiri dan sebagai pengimpor.
Semua itu dimungkinkan oleh kebijakan pemerintah dan tentu saja para ulama dikecualikan dari membayar pajak ke pemerintah dan juga tidak perlu ikut wajib militer, seperti pria dewasa Iran lain.
Jalan menuju kekayaan
Ketika militan Islam berkuasa di Iran, kaum agamawan bukanlah satu-satunya kelompok yang mendapatkan keuntungan politik dan ekonomi.
Siapapun yang mampu meyakinkan diri menjadi seolah-olah bagian dari kelompok agamawan juga akan mendapatkan kekuasaan.
Untuk mendapatkan jabatan di pemerintah atau diterima di universitas, pemerintah mendirikan Kantor Penyeleksian.
Seseorang mungkin memiliki semua kualifikasi yang diperlukan untuk mendapatkan satu jabatan atau lulus semua ujian masuk universitas namun jika gagal memenuhi kriteria ideologi yang ditentukan kantor tersebut, atau tidak mampu menjawab pertanyaan pejabatnya, maka dia tidak akan mendapat jabatan atau kursi di universitas.
Setiap promosi jabatan di pemerintahan Iran didasarkan atas keyakinan keagamaan dan ekspresi yang dinyatakan di depan umum.
Oleh karena itu menjadi seorang yang religius atau bertindak seolah-olah religius akan membantu untuk naik jabatan dalam jenjang birokrasi, apakah di sebuah desa terpencil atau di kantor penting di ibukota Teheran.
Atau siapapun yang membayar zakat kepada ayatullah -yang berpikieran sejalan dengan pemerintah- akan berhak mendapat pengecualian dalam pembayaran pajak.
Karena kebijakan pemerintah pulalah maka menghafal Al Quran akan menghasilkan gelar sarjana universitas, daripada studi selama empat tahun.
Di dunia bisnis pun, sikap-sikap beragama akan menarik minat calon pelanggan maupun mitra bisnis.
Agaknya di Iran -terlepas pada kepercayaan atas agama atau bagaimana agama ditafsirkan- jelas ada pasar terkait keagamaan yang banyak diikuti masyarakat.
Jadi mereka yang tidak percaya agama harus berpura-pura percaya supaya bisa bertahan.
sumber