Inilah Tips Etika Berbisnis dengan Teman Dekat

Written By Unknown on Jumat, 27 Januari 2012 | 10.59


Banyak pasangan sahabat yang memutuskan untuk bergabung dan menjalankan suatu bisnis bersama-sama. Alasannya sangat masuk akal. Merasa sudah sangat cocok sebagai teman, pasangan sahabat ini berpikir mereka juga akan secara otomatis cocok sebagai mitra kerja.

Ternyata pemikiran ini tidak selalu benar. Menurut anggapan Ahmad Gozali, konsultan keuangan dari Biro Perencana Keuangan Safir Senduk & Rekan, tidak semua sahabat bisa Anda ajak kerja sama. Persahabatan dan bisnis adalah dua hal yang benar-benar berbeda.

"Alasan paling utama tentu saja karena uang berperan di sini," kata Ahmad. Seperti yang sudah kita ketahui, uang memang berpotensi menjadi pemicu konflik.

Tujuan berbisnis adalah untuk mendapatkan keuntungan, tapi bila ini tidak terjadi, kedua orang ini bisa berselisih paham. Apalagi kalau salah satu pihak merasa dicurangi. Sebelum mengajak teman untuk bergabung dalam bisnis, Ahmad menyarankan Anda untuk memikirkannya lebih mendalam. Di bawah ini adalah beberapa faktor yang bisa Anda jadikan pertimbangan:

Jenis usaha. Sebenarnya semua jenis usaha bisa dilakukan bersama mitra kerja. Tidak ada batasan mengenai usaha apa yang semestinya dikerjakan sendiri dan yang dijalankan bersama orang lain. Mau berjualan tanaman atau berdagang pakaian, boleh saja.

Tapi Ahmad mengingatkan, jika ukuran bisnisnya masih terlalu kecil, mungkin lebih baik Anda menjalaninya sendiri terlebih dulu. Apalagi jika jumlah pesanan masih sangat sedikit. "Kalau skalanya kecil dan yang mengerjakan terlalu banyak, ujung-ujungnya malah bisa ribet," kata Ahmad.

Jumlah mitra. Bagi pemula, menurut Ahmad jumlah mitra sebaiknya tidak lebih dari tiga orang. Kalau jumlahnya lebih dari tiga, pembagian tugas bisa jadi sulit. "Semakin banyak kepala, semakin sulit menggabungkan ide, pendapat, visi, dan misi," tuturnya.

Minat. Akan sangat baik bila teman yang Anda ajak bergabung memiliki minat yang sama dengan Anda. Ia pun akan menjalani bisnis dengan penuh antusiasme dan tidak merasa terbebani. Kalaupun minatnya berbeda, setidaknya ia mempunyai pengetahuan mengenai usaha yang akan dijalankan. Jangan memilih mitra yang tidak tahu apa-apa tentang bisnis tersebut.

Pemisahan urusan kerja dari pribadi. Tanyakan hal ini pada diri Anda sendiri, "Bisakah saya membedakan mana yang urusan pekerjaan, dan mana yang murni urusan pribadi?" Banyak masalah usaha timbul karena orang-orang yang terlibat di dalamnya tidak mampu memilah-milah dua hal ini. Mereka akhirnya saling menyerang aspek-aspek kehidupan pribadi dan tidak mengacu pada masalah pekerjaan yang sebenarnya.

Pembagian tugas. Tentukan siapa yang menangani bagian apa. Sebaiknya kedua-duanya tidak menangani bagian yang sama karena akan tumpang-tindih dan terjadi kesalahpahaman. Bicarakan hal ini sejak awal dengan sang sahabat.

Kebanyakan pasangan bisnis bergabung karena mereka memiliki kelebihan yang tidak dipunyai temannya. Jadi mereka saling melengkapi. Kalau lebih jago di lapangan dan supel menghadapi orang, mungkin Anda bisa mencari mitra yang bisa menangani urusan dari balik meja, misalnya soal administrasi.

Pembagian ini juga berlaku dalam hal dana. Mitra bisa jadi adalah orang yang menyuntikkan modal dalam nadi usaha Anda. Atau sebaliknya, Anda memiliki modal, tapi tidak punya orang untuk menjalankannya.

Tentukan siapa bosnya. Menurut Ahmad, tidak bisa dua orang menjadi pemimpin pada saat yang bersamaan. Harus dipilih satu orang untuk menjadi pemimpin. Kalau dua-duanya ngotot jadi pimpinan, suasana bisa tegang. Anda dan teman harus menentukan siapa yang menjadi direktur, dan siapa yang menjadi wakil direktur. Tempatkan ego Anda berdua di bawah kepentingan usaha. Setelah itu, komunikasikan hal ini kepada karyawan dan klien.

Pembagian keuntungan. Inilah salah satu isu paling sensitif dalam dunia usaha. Besarnya keuntungan yang dibagi harus benar-benar dipahami dan disepakati di awal. Kalau tidak tercapai kesepakatan, lupakan saja rencana ini.

Ahmat berpendapat, pembagian keuntungan ini sifatnya sangat fleksibel. Tidak ada hukum atau undang-undang yang mengatur hal ini. Salah satu hal yang menentukan (pembagian keuntungan) adalah jenis bisnis. Kalau usaha lebih mengacu pada usaha padat modal, pemberi modallah yang semestinya mendapatkan bagian keuntungan lebih besar. Tetapi kalau mengacu pada usaha padat karya, orang yang lebih banyak bekerja di lapanganlah yang seharusnya dihargai lebih.

Pembagian keuntungan atau sistem penggajian bisa bermacam-macam, misalnya tahunan atau bulanan. Jika pembagian hasil baru dilakukan di penghujung tahun, pihak yang bekerja (bukan yang memberi modal) bisa memperoleh gaji meskipun jumlahnya tidak terlalu banyak. Di akhir tahun ia akan tetap mendapat pembagian keuntungan, tapi sudah dikurangi gaji bulanan. Jadi jumlahnya pasti lebih sedikit daripada yang didapat si pemberi modal.

Gaji perlu diberikan setiap bulan kepada pihak yang lebih banyak di lapangan karena diasumsikan orang tersebut pasti keuangannya lebih lemah daripada pihak pemberi modal. Bukan tidak mungkin pembagian keuntungan ini diubah sesuai perkembangan di masa depan.

Intervensi. Siapakah yang punya hak suara dalam usaha Anda? Apakah hanya Anda berdua atau keluarga pun bisa mengintervensi? Perjelas hal ini di awal. Jangan sampai suatu hari nanti usaha Anda direcoki pihak-pihak yang tidak semestinya ikut campur.

Idealnya, kata Ahmad, yang memiliki hak suara hanyalah Anda dan sahabat. Suami-suami bahkan tidak seharusnya campur tangan. Mereka boleh memberi masukan, tapi pengambilan keputusan tetap berada di tangan Anda berdua. Bila terjadi konflik, Ahmad menyarankan untuk mencari seorang konsultan atau tenaga profesional lain yang bisa diajak berdiskusi.

"Kalau skalanya kecil
dan yang mengerjakan
terlalu banyak...
ujung-ujungnya bisa ribet"

Sumber: Kompas & Majalah Sekar

0 Komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...