Indonesia boleh bangga dengan talenta muda yang dimiliki, terutama setelah Kurnaim, penjaga gawang tim U-12 dari SSB Hasanudin yang berlaga pada ajang Danone Nations Cup (DNC) 2011 di Stadion Santiago Bernabeu, Madrid, Spanyol terpilih menjadi kiper terbaik kedua.
Tim U-12 dari SSB Hasanuddin yang mewakili Indonesia dalam kompetisi tersebut memang hanya mampu menempati peringkat ke-33 di antara 40 negara yang berpartisipasi. Namun, sang kiper kelahiran Makassar, 24 April 1999 dari sekolah MTSN Balangbalang Makassar itu, didaulat sebagai kiper terbaik kedua dalam kompetisi ini setelah kiper tim asal Jepang.
Kurnaim hanya kebobolan 4 gol sepanjang pertandingan DNC 2011 yang berlangsung pada 5-9 Oktober lalu. Prestasi ini tentu memberi bukti bahwa bibit-bibit pemain Indonesia tak kalah berkualitas dibanding negara lain.
“Anak-anak kita tidak berbeda dengan anak-anak negara lain. Secara kualitas, pemain seluruh negara sebenarnya hampir merata. Cuma kami terkendala makanan dan cuaca,” kata Pelatih SSB Hasanuddin, Amirullah.
Kurnaim yang biasa dipanggil Naim adalah bungsu dari tiga bersaudara ini tak pernah menyangka kecintaannya akan sepak bola membawanya terbang jauh ke Madrid, Spanyol. Dia juga tak pernah tahu, kegemarannya akan sepak bola membawanya ke tempat kelahiran pesepakbola favoritnya, David de Gea.
Menurut dia, adalah mimpi untuk terbang beribu-ribu mil jauhnya dengan menggunakan biaya sendiri. Jangankan ke luar negeri, kata dia, menjejakkan kaki pertama kali ke Jakarta saja baru pertama kali dilakukannya.
Naim hanya tahu, kalau setiap hari dia hanya bermain dan berlatih sepak bola dengan riang di Sekolah Sepak Bola (SSB) Hasanuddin, Makassar. Tentunya dengan posisinya sebagai kiper, dia dengan sekuat tenaga akan berusaha menangkap bola yang datang agar tidak masuk ke gawang.
Anak dari pasangan Abdul Kadir dan Saribulan ini, juga tak menyangka kebaikan hati sang pemilik SSB Hasanuddin, Bahar Muharram, dia dapat berlatih tanpa harus dipungut biaya. Penghasilan kedua orang tuanya sebagai petani, tak memungkinkan untuk membayar iuran sebesar Rp 35.000 setiap bulannya. Kakaknya yang pertama Kumairah (18), terpaksa meninggalkan bangku sekolah dan menikah, akibat keterbatasan ekonomi. “Ayah dan Ibu hanya seorang petani,” kata anak lelaki berkulit sawo matang ini.
Setiap harinya, Naim hanya mendapatkan uang saku sebesar Rp 5.000 yang habis digunakan untuk membayar angkutan umum. Jarak antara rumah dan sekolahnya terbilang jauh, tapi tak jarang juga Naim berjalan kaki kala orang tuanya tak bisa memberikan uang saku.
Naim didukung penuh oleh ayahnya. Bahkan setiap hari, ayahnya Abdul Kadir (40) memberi dukungan dengan mengantarkan anaknya untuk berlatih di Lapangan UVRI (Universitas Veteran Republik Indonesia).“Saya sudah bergabung di sekolah ini sejak 2005,” kata Naim singkat.
Sejak itu, Naim terus berlatih keras dan disiplin untuk mewujudkan mimpinya menjadi pesepakbola profesional suatu hari nanti. “Kadang sulit juga mengatur sekolah dan latihan,” kata dia polos.
Meski sangat mencintai sepak bola, lanjut dia, bukan berarti pelajarannya sekolahnya anjlok. Naim berkata nilai sekolahnya harus tetap bagus, walaupun berlatih keras setiap harinya. Hingga kemudian, SSB tempatnya bernaung mengikuti kompetisi DNC yang diselenggarakan Danone-AQUA.
Timnya berhasil menyingkirkan 250 tim di Sulawesi Selatan 13 tim di tingkat nasional.
Puncaknya, ketika timnya berhasil mengalahkan SSB Putra Banna Aceh 1-0 lewat tendangan semata wayang penyerang Muhammad Faturrahman.
“Saya senang dan bangga bisa mewakili Indonesia ke ajang internasional,” kata Naim yang juga mengidolakan kiper andalan timnas senior Indonesia Ferry Rotinsulu ini.
Idolakan Ferry Rotinsulu
Naim mengatakan, kedua orang tuanya meminta dirinya untuk bermain sebaik-baiknya. Orang tuanya juga berpesan agar dirinya tak meninggalkan sholat dan selalu berdoa dalam setiap melakukan aktivitas.
Pelatih sekaligus pemilik SSB Hasanuddin Makassar, Bahar Muharram, mengatakan Naim mempunyai bakat dan semangat yang tinggi. Karena itu, meskipun tidak mampu membayar iuran, mantan bek PSM Makassar era 90-an ini mengizinkannya untuk terus berlatih. “Selain itu, dia juga disiplin dalam menjalani latihan,” kata Bahar.
Dia sangat yakin kalau suatu saat nanti, Naim akan menjadi seperti pesepakbola favoritnya, Ferry Rotinsulu. Bahkan jika terus dibina, lanjut dia, bukan tidak mungkin Naim bisa menjadi kiper ternama dunia. Untuk menghadapi laga final yang diikuti 40 negara itu, Bahar tak hanya memberikan latihan secara fisik tetapi juga motivasi.
“Latihan fisik dilakukan selama tiga bulan di Makassar dan satu minggu di Cibubur. Latihan di Cibubur dilatih langsung pelatih nasional tim juara AQUA-DNC, Zaenal Abidin,” jelas dia.
Dia memotivasi anak asuhnya untuk tidak gentar menghadapi lawan yang postur tubuhnya lebih besar dan tinggi dari mereka. “Kita tanamkan pada mereka, kalau semua lawan sama saja,” tukas dia.
Tim SSB Hasanuddin Makassar merupakan wakil Indonesia di ajang kompetisi internasional ini setelah menang atas tim dari Aceh dalam kompetisi AQUA-DNC 2011 se-Indonesia sebelumnya. Mereka pun berhak mewakili Indonesia dalam kompetisi dunia yang tahun ini digelar di Stadion Bernabeu, kandang tim sepak bola tersohor Real Madrid.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Komentar:
Posting Komentar