Sang Penari yang mengangkat cerita dari buku karangan Ahmad Tohari dengan judul Ronggeng Dukuh Paruk, terjadi di Banyumas tahun 1953 hingga 1975 ketika kemiskinan masih menjangkiti sebagian besar wilayah Indonesia. Kisah cinta perempuan penari ronggeng dengan seorang pria desa yang kemudian menjadi tentara, berlatarkan sejarah tragedi politik berdarah yang merenggut ratusan ribu nyawa yang pernah terjadi di negeri ini.
Srintil (Prisia Nasution) dan Rasus (Oka Antara) menjalin persahabatan semenjak mereka kanak-kanak. Srintil yang menyaksikan kematian kedua orang tuanya karena telah membuat tempe bongkrek yang meracuni sebagian warga desa, merasa harus mengembalikan martabat dan nama baik keluarganya dengan menjadi seorang penari ronggeng, profesi yang sangat disucikan bagi masyarakat Dukuh Paruk yang masih kental dengan kepercayaan animisme.
Ikatan persahabatan yang terjalin antara Srintil dan Rasus bersemi menjadi cinta. Rasus terkoyak hatinya ketika harus merelakan Srintil yang menjadi penari ronggeng harus juga piawai dengan urusan di atas ranjang kepada setiap pria yang mampu menyerahkan sesaji dalam bentuk uang, perhiasan ataupun hewan ternak. Di satu malam dalam ritual buka kelambu, Srintil dan Rasus menyatukan cinta mereka. Rasus meninggalkan Dukuh Paruk untuk mengubah suratan nasibnya dengan bergabung bersama kesatuan tentara di kota.
Bakar (Lukman Sardi), pemuda dari kota yang mengusung ideologi komunis, perlahan-lahan mencoba menanamkan pemahaman politiknya ke tiap penduduk Dukuh Paruk yang buta aksara. Tari Ronggeng yang begitu dikuduskan dan digemari oleh masyarakat dijadikan sebagai alat manifesto dengan bantuan Kertaredja (Slamet Rahardjo), seorang dukun ronggeng yang diming-imingi uang dan jadwal tanggapan yang padat apabila mau menyuarakan orasi ideologi komunis di tiap pertunjukan ronggeng yang dihelatnya.
Kegagalan kudeta dari partai merah pecah di tahun 1965. Setiap kegiatan dan kelompok yang berbau komunis, dibumihanguskan tanpa pernah diadili. Rasus yang derajat hidupnya berubah setelah menjadi seorang tentara, menghadapi situasi yang dilematis. Penduduk Dukuh Paruk yang dicurigai sebagai desa pendukung partai komunis, ditangkap, dikurung dan dibunuh tanpa pernah mengetahui apa kesalahan mereka. Dalam kebimbangan, Rasus memutuskan untuk menerjang segala kewajiban sebagai seorang prajurit demi menemukan keberadaan Srintil, cinta sejatinya.
Di antara dominasi film Indonesia yang menjual sekumpulan makhluk putih menyeramkan, Sang Penari hadir dengan kekuatan cerita yang dikemas dalam olah peran yang natural, pergerakan kamera yang dinamis dan properti yang mampu menciptakan realitas di jaman cerita Sang Penari terjadi. Film yang sarat dengan nilai kemanusiaan dalam percikan ideologi politik, tidak menjadikan Sang Penari sebagai tontonan yang berat. Sang Penari film yang sangat menghibur, menyentuh dan mendidik kita untuk belajar dari sejarah kelam negara ini.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Komentar:
Posting Komentar